07 Oktober, 2009

9.000 Kartu Jamkesmas Tak Bertuan

Radar Banyumas, 07 Oktober 2009

DARI 658 ribu kuota Jamkesmas yang diterima Kabupaten Banyumas, sebanyak 9.000 kartu ternyaja tidak bertuan. Sedangkan masyarakat yang dalam pendataan tidak masuk dalam kuota Jamkesmas kemudian meminta layanan gratis kepada Pemkab melalui SKTM tercatat sebanyak 6.000 orang.

Direktur RSUD Banyumas Dr Gempol Suwandono mengatakan, dana Jamkesmas yang turun dari pusat seluruhnya mencapai Rp 39 miliar, sedangkan total dana yang sudah masuk ke rekening kepala Puskesmas sebesar Rp 8 miliar dan para direktur rumah sakit sebanyak Rp 31 miliar. "Saat ini kita sedang melakukan upaya pendataan ulang untuk mengcover warga miskin yang tak tertampung dan saat ini mereka menggunakan SKTM agar bisa memiliki kartu Jamkesmas," kata Gempol, kemarin.

Sementara itu, warga Desa Rawalo Kecamatan Rawalo, Budiana, mengungkapkan, dirinya sampai sekarang masih merasa kesulitan ketika meminta bantuan keringanan beban biaya perawatan keponakannya di rumahsakit. Ajip Riyadi, keponakannya itu, saat ini dirawat di RS Margono Soekardjo karena menderita tipes dan hilang ingatan yang dikatakannya karena efek dari penyakit tersebut. "Saya sedang meminta proses SKTM, tapi belum bisa sampai sekarang. Padahal saya sangat membutuhkan," kata buruh serabutan yang juga ketua RT 3 RW 8 tersebut.

Sebagai ketua RT, Budiana mengetahui betul bahwa di lingkungannya sebenarnya banyak warga yang seharusnya mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.

Namun dari 140 KK dengan total jiwa sebanyak 450 orang, hanya 160 Jamkesmas yang diberikan kartu untuk bisa berobat gratis tersebut. "Seharusnya Jamkesmas yang diberikan lebih banyak. Selain itu masih ada pendataan yang kurang valid karena terkadang diberikan atas dasar suka dan tidak suka," tuturnya saat akan meminta penjelasan ke Pemkab, kemarin.

Budiana membandingkan antara Pemkab Banyumas dan Pemkot Bandung yang sangat jauh berbeda dalam pola pendataan sehingga mengakibatkan kurang tepatnya penerima Jamkesmas. "Di Bandung, pihak kecamatan ataupun Puskesmas langsung turun ke lapangan untuk meninjau apakah warga itu layak atau tidak. Sedangkan di sini, begitu desa menyerahkan datanya, langsung disetujui tanpa ada peninjauan ulung." ungkapnya.

Mantan Ketua Komisi A DPRD Banyumas Wiyono SH Minim mengungkapkan, kebijakan melayani masyarakat miskin dengan anggaran APBD sebagai pendamping dari program pusat harus tetap dilaksanakan. "Aturan sudah dibuat dengan tegas dalam Perda. Dulu, waktu penganggaran saja saya walk out karena anggaran untuk kesehatan nilainya tidak logis," tandas Wiyono. (aga)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar